Setelah sebelumnya
membahas tentang misteri langit 7 (tujuh) lapis dalam pandangan sains, sekarang
saya akan melanjutkan pembahasan tersebut lewat artikel berjudul Makna 7
(tujuh) lapisan langit ternyata bukan atmosfer ini.
Seperti kita ketahui
bahwasanya banyak sekali pendapat yang mengatakan bahwa langit 7 lapis ( langit sap pitu ~ jawa) yang
dimaksud dalam Al-Qur’an adalah atmosfer bumi. Jumlah lapisan bumi yang katanya
ada 7 lapis semakin memperkuat pandangan tersebut. Namun, sekali lagi saya
tidak cukup puas dengan pandangan ini. Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa
yang dimaksud “lapisan” bukanlah wujud yang berlapis-lapis seperti halnya
rainbow cake, akan tetapi ketujuh lapisan tersebut semakin meningkat
kedudukannya sesuai dengan bertambah tingkat dimensinya.
Pertambahan tingkat dimensi
ketujuh lapisan langit tersebut hanya bisa digambarkan dengan memproyeksikannya
ke langit pertama (dimensi ruang yang dihuni oleh kita) yang berdimensi tiga. Karena
hanya ruang berdimensi tiga inilah yang bisa difahami oleh kita. Kita bisa
menganalogikannya sebagai berikut:
Pada gambar 1 tampak bahwa sebuah
garis berdimensi 1 tersusun dari titik-titik dalam jumlah tak terbatas.
Kemudian garis-garis tersebut disusun dalam jumlah tak terbatas hingga menjadi
sebuah luasan berdimensi 2 (Gambar 2). Dan jika luasan-luasan serupa ini
ditumpuk ke atas dalam jumlah yang tak terbatas, maka akan terbentuk sebuah
balok (ruang berdimensi 3).
Kesimpulannya adalah sebuah ruang
berdimensi tertentu tersusun oleh ruang berdimensi lebih rendah dalam jumlah
yang tidak terbatas. Atau dengan kata lain ruang yang berdimensi lebih rendah
dalam jumlah yang tidak terbatas akan menyusun menjadi ruang berdimensi yang
lebih tinggi. Misalnya, ruang 3 dimensi – dimensi ruang yang sekarang dihuni
oleh kita ini – dengan jumlah tak terbatas menyusun menjadi satu ruang
berdimensi empat. Dan langit pertama dimulai dari ruang tiga dimensi yang
sekarang kita huni, lapisan langit selanjutnya adalah berdimensi 4, 5 dan
seterusnya sampai langit ketujuh adalah berdimensi 9.
Langit pertama
Ruang berdimensi 3 yang dihuni
oleh makhluk berdimensi 3, yakni manusia, binatang, tumbuhan dan benda-benda
berwujud 3 dimensi lainnya baik yang ada di bumi maupun di luar angkasa seperti
planet dan benda langit.
Seperti disebutkan pada ayat 11-12 Surat Fushshilat di
atas, maka yang disebut langit yang dekat tersebut adalah langit dunia kita ini
atau disebut juga alam semesta kita ini. Digambarkan bahwa langit yang dekat
itu dihiasi dengan bintang-bintang yang cemerlang, dan memang itulah isi yang
utama dari alam semesta. Bintang-bintang membentuk galaksi dan kluster hingga
superkluster. Planet-planet sesungguhnya hanyalah pecahan dari bintang-bintang
itu. Seperti tata surya kita, matahari adalah sebuah bintang dan sembilan
planet yang mengikatinya adalah pecahannya, atau pecahan bintang terdekat
lainnya. Sedangkan tokoh utama di langit pertama ini adalah kita manusia yang
mendiami bumi, planet anggota tata surya.
Langit
pertama ini tidak terbatas namun berhingga. Artinya batasan luasnya tidak
diketahui tapi sudah bisa dipastikan ada ujungnya. Diperkirakan diameter alam
semesta mencapai 30 miliar tahun cahaya. Artinya jika cahaya dengan
kecepatannya 300 ribu km/detik melintas dari ujung yang satu ke ujung lainnya,
maka dibutuhkan waktu 30 miliar tahun untuk menempuhnya.
Apabila
digambarkan bentuknya kira-kira seperti sebuah bola dengan bintik-bintik di
permukaannya. Di mana bintik-bintik tersebut adalah bumi dan benda-benda
angkasa lainnya. Apabila kita berjalan mengelilingi permukaan bola berkeliling,
akhirnya kita akan kembali ke titik yang sama. Permukaan bola tersebut adalah
dua dimensi. Sedangkan alam semesta yang sesungguhnya adalah ruang tiga dimensi
yang melengkung seperti permukaan balon itu. Jadi penggambarannya sangat sulit
sekali sehingga diperumpamakan dengan sisi bola yang dua dimensi agar
memudahkan penjelasannya.
Langit kedua
Langit kedua adalah langit
berdimensi empat dengan komponen penyusunnya adalah langit berdimensi 3. Jika
langit ketiga dihuni makhluk berdimensi 3, di langit ini belum jelas dihuni
oleh siapa saja. Kemungkinan yang menghuninya adalah jin dan makhluk berdimensi
4 lainnya.
Apabila
digambarkan posisi langit kedua terhadap langit pertama adalah seperti gambaran
balon pertama tadi. Di mana bagian permukaan bola berdimensi 2 adalah alam
dunia kita yang berdimensi 3, sedangkan ruangan di dalam balon yang berdimensi
3 adalah langit kedua berdimensi 4. Jadi apabila kita melintasi alam dunia
harus mengikuti lengkungan bola, akibatnya perjalanan dari satu titik ke titik
lainnya harus menempuh jarak yang jauh. Sedangkan bagi bangsa jin yang
berdimensi 4 mereka bisa dengan mudah mengambil jalan pintas memotong di tengah
bola, sehingga jarak tempuh menjadi lebih dekat.
Langit ketiga
Kemungkinan
langit ketiga yang berdimensi 5 di dalamnya “hidup” arwah dari orang-orang yang
sudah meninggal. Mereka juga menempati langit keempat sampai dengan langit
keenam. Langit ketiga ini bersama-sama dengan langit ketiga lainnya menyusun
langit keempat dan seterusnya hingga langit ketujuh yang berdimensi 9.
Bisa
dibayangkan betapa besarnya langit ketujuh itu. Karena ia adalah jumlah
kelipatan tak terbatas dari langit dunia (langit pertama) yang dihuni oleh
manusia. Berarti langit dunia kita ini berada dalam struktur langit yang enam
lainnya, termasuk langit yang ketujuh ini. Jika alam akhirat, surga dan neraka
terdapat di langit ke tujuh, maka bisa dikatakan surga dan neraka itu begitu
dekat dengan dunia kita tapi berbeda dimensi.
Seperti
disebutkan sebelumnya bahwa langit dunia kita ini merupakan bagian dari
struktur langit ketujuh. Berarti alam dunia ini merupakan bagian terkecil dari
alam akhirat. Penjelasan ini sesuai dengan hadist Nabi:
“Perbandingan
antara alam dunia dan akhirat adalah seperti air samudera, celupkanlah jarimu
ke samudera, maka setetes air yang ada di jarimu itu adalah dunia, sedangkan
air samudera yang sangat luas adalah akhirat”.
Perumpamaan
setetes air samudera di ujung jari tersebut menggambarkan dua hal:
1.Ukuran
alam dunia dibandingkan alam akhirat adalah seumpama setetes air di ujung jari
dengan keseluruhan air dalam sebuah samudera. Hal ini adalah penggambaran yang
luar biasa betapa luasnya alam akhirat itu.
2.Keberadaan
alam dunia terhadap alam akhirat yang diibaratkan setetes air berada dalam
samudera. Perumpamaan tersebut menunjukkan bahwa alam dunia merupakan bagian
dari alam akhirat, hanya ukurannya yang tak terbatas kecilnya. Begitu juga
dengan kualitas dan ukuran segala hal, baik itu kebahagiaan, kesengsaraan, rasa
sakit, jarak, panas api, dan lain sebagainya, di mana ukuran yang dirasakan di
alam dunia hanyalah sedikit sekali.
Jadi, sekiranya pandangan ini (langit yang dimaksud dalam Al-Qur'an bukan atmosfer) sekalipun rumit untuk dipahami dan dibuktikan, tapi menurut saya ini lebih logis.
referensi:
wikipedia.com
Memang kalau hukum Allah tidak bisa diyakini dengan akal, harus diyakini dengan Iman
BalasHapus