Pipa Biru

Informasi Menarik | kesehatan | Gadget | Pendidikan | Wisata | Tips Dan Triks | Islam | Bisnis Online

Asas-asas Pengembangan Kurikulum

Advertisement

Makalah 

Asas-asas Pengembangan Kurikulum






BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar belakang
Kurikulum memilki peranan penting dalam sistem pendidikan. Hal ini dikarenakan selain kurikulum merupakan suatu rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup penting dalam seluruh kegiatan pendidikan, kurikulum juga menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan secara sembarangan, mengingat pentingnya peran kurikulum di dalam perkembangan pendidikan kehidupan manusia secara umum.
Mengingat pentingnya kurikulum, desain kurikulum harus dilaksanakan berdasarkan konsep pengembangan ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan, sikap dan nilai moral, sehingga visi dan misi kurikulum yang dikembangkan dapat membentuk pribadi yang kuat. Selain itu, dalam pengembangan kurikulum juga  diperlukan landasan atau asas yang kuat agar hasil pendidikan terjamin kualitasnya. Asas-asas utama dalam pengembangan kurikulum yaitu asas filosofis, psikologis, sosiologis, cultural ilmu pengetahuan dan teknologi serta organisatoris.
Di dalam makalah ini akan dipaparkan lebih rinci dan mendetail mengenai pengertian dari asas pengembangan kurikulum dan hal-hal apa saja yang terkait dengan ke lima asas pengembangan kurikulum tersebut.

B.   Rumusan masalah
1)    Bagaimana pengertian kurikulum dan asas-asas kurikulum?
2)    Bagaimana Asas filosofis dalam pengembangan kurikulum?
3)    Bagaimana Asas psikologis dalam pengembangan kurikulum?
4)    Bagaimana Asas sosial-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan kurikulum?
5)    Bagaimana Asas organisatoris dalam pengembangan kurikulum?
     
C.   Tujuan
1)    Untuk mendeskripsikan pengertian dan asas-asas pengembangan kurikulum
2)    Untuk mendeskripsikan Asas filosofis dalam pengembangan kurikulum
3)    Untuk mendeskripsikan Asas psikologis dalam pengembangan kurikulum
4)    Untuk mendeskripsikan Asas sosial-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan kurikulum
5)    Untuk mendeskripsikan Asas organisatoris dalam pengembangan kurikulum


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Kurikulum dan asas-asas kurikulum

Secara umum kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Dalam perkembangan kurikulum sebagai suatu kegiatan pendidikan, timbul berbagai definisi. Saylor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai “The total effort of the school to going about desired outcomes in school and out-of-school situations”. Definisi ini tidak hanya sekedar meliputi mata pelajaran, tetapi segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu kurikulum tidak hanya mengenai situasi di dalam sekolah, tetapi juga di luar sekolah.
Ditinjau dari asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dibidang olah raga, yaitu kata “currere” yang berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari start sampai finish. Jarak dari start sampai dengan finish disebut correre.
Menurut UU No.2 tahun 1989 kurikulum yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakannya dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar.[1] Hingga dewasa ini definisi tentang kurikulum yang dikemukakan oleh para pakar banyak sekali, dan antara satu definisi dengan definisi lain tidak sama. Walaupun begitu, terdapat satu hal yang sering disebut dalam kurikulum, yaitu bahwa kurikulum berhubungan dengan perencanaan aktivitas siswa. Perencanaan itu biasanya dihubungkan dengan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai sejumlah tujuan.[2]
Sedangkan dalam pengembangannya kurikulum harus berpijak pada landasan-landasan atau asas-asas yang kuat dan kokoh. Karena asas kurikulum dapat dijadikan titik tolak, artinya pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu, misalnya penemuan teori-teori baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi lembaga pendidikan itu. Sedangakan sebagai titik akhir, berarti pengembangan kurikulum harus dikembangkan sedemikian rupa, sehingga dapat mewujudkan perkembangan tertentu, seperti ilmu pengetahuan, perbedaan latar belakang, nilai-nilai filasafat suatu masyarakat, dan tuntutan-tuntutan kebudayaan tertentu. Secara umum asas-asas pengembangan kurikulum terdiri dari asas filosofis, asas psikologis, asas sosial-budaya, asas ilmu pengetahuan dan teknologi serta asas organisatoris.[3]

B.   Asas Filosofis

Secara etimologis filsafat berasal dari dua kata yaitu philare yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Agar dapat berbuat bijak, maka seseorang harus berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari proses berfikir, yaitu berfikir sistematis, logis dan mendalam. Dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum seseorang pengembang kurikulum harus memperhatikan falsafah, baik falsafah bangsa, falsafah lembaga pendidikan dan falsafah pendidik.[4]
Perbedaan falsafah dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan dalam tujuan pendidikan, bahan pengajaran yang disajikan, dan juga cara mengajar serta penilaiannya. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda dengan negara demokratis, pendidikan yang menganut agama budha akan berbeda dengan pendidikan yang menganut agama Islam atau kristen.[5] Sebagai contoh pada waktu bangsa Indonesia dijajah Jepang, maka kurikulum yang dianut pada masa itu disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh Jepang. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, secara utuh bangsa Indonesia menggunakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri.[6] Dalam penyusunan kurikulum di Indonesia yang harus diacu adalah filsafat pendidikan Pancasila. Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan terarah, sedang pelaksanaannya melalui pendidikan.[7]
Ada empat macam aliran utama dalam filsafat, yaitu:
1)  Aliran Idealisme
Aliran ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia supra natural atau Tuhan. Kebenaran diyakini datang dari Tuhan melalui wahyukebenaran itu bersifat mutlak, apa yang datang dari Tuhan adalah benar dan baik. Tujuan hidup manusia adalah memenuhi kehendak Tuhan.[8]

2)  Aliran Realisme
Aliran ini berpendapat bahwa untuk memperbaiki dan meningkatkan pemahaman manusia tentang jagad raya dan hal-hal yang ada di dalamnya melalui penelitian ilmiah, karena kebenaranya hanya dapat ditemukan melalui percobaan-percobaan untuk menemukan hukum alam.

3)  Pragmatisme/Utilitarianisme
Tujuan hidup menurut aliran ini adalah untuk mencari kebenaran sosial yang menguntungkan bagi umat manusia dengan lingkungannya dengan menerapkan prinsip falsafah yang humanistik melalui trial and error.[9]

4)  Aliran Eksistensialisme
Aliran ini berpendapat bahwa kebaikan dan kebaikan itu tergantung pada individu. Norma-norma hidup itu berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas. Tujuan hidup dari aliran ini adalah merealisaikan diri dan menyempurnakan diri sesuai dengan norma-norma yang ia pilih.
Dalam kenyataan secara perorangan jarang seseorang hanya mengikuti secara konsekuen untuk satu aliran saja.[10]

C.   Asas Psikologis

Psikologi  adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Sedangkan kurikulum adalah upaya dalam menentukan program pendidikan untuk mengubah periluku manusia itu sendiri. Karena itu, dalam mengembangkan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai refrensi dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku tersebut harus dikembangkan. [11]
Di dalam asas psikologi terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a.    Psikologi anak
Dalam proses pengembangan kurikulum, harus memperhatikan perkembangan psikologi anak, kebutuhan dan minat mereka. Sekolah didirikan untuk kepentinagan anak, yakni menciptakan situasi-situasi di mana anak dapat belajar dengan baik, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat merubah sikap, dapat menerima norma-norma atau nilai-nilai serta dapat menguasai sejumlah keterampilan yang diharapkan.


b.    Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan suatu kajian bagaimana seseorang belajar, baik secara individu maupun kelompok.[12]Seseorang dikatakan belajar bila ia melakukan kegiatan yang dapat merubah kelakuannya ke arah yang lebih baik. Ia dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan. Kelakuan dipandang dalam arti luas yang meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, keterampilan, minat, penghargaan, sikap, dan lain-lain. Belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual saja tetapi seluruh pribadi anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Dalam psikologi balajar terdapat berbagai macam teori belajar yang masing-masing mempunyai konsep belajar dan implikasi sendiri dalam menyusun kurikulum. Teori belajar adalah suatu pandangan yang sistematis tentang cara manusia berinteraksi dengan lingkungan sehingga tejadi perubahan kelakuan.[13] Terdapat lima kelompok teori belajar yang utama yakni teori psikologi daya (Mental discipline), teori mental state (Apersepsi herbart), teori asosiasi (S-R), teori lapangan (Gestalt), teori perkembangan anak (perkembangan kognitif).

1)    Teori Psikolgi Daya (Mental Discipline)
Psikologi daya dimulai semenjak zaman kuno, saat psikologi masih bagian dari filsafat. Menurut tokoh psikologi daya, plato, jiwa berasal dari alam idea, yaitu dunia yang tinggi. Semua kemampuan jiwa dalam idea sudah ada. Kemudian jiwa turun ke dunia rendah yaitu masuk ke dalam jasmani manusia sehingga manusia hidup. Namun kemampuan jiwa dibatasi oleh jasmaninya. Gambaran pernyataan ini adalah pikiran dapat bekerja dengan semestinya dengan adanya saraf otak yang normal, penginderaan dapat berfungsi dengan baik hanya kalau ada alat-alat indera yang normal.[14]
Menurut teori ini dalam diri manusia terdapat berbagai daya seperti daya ingat, daya pikir, daya rasa, dan sebagainya. Daya-daya tersebut harus dilatih agar dapat berfungsi dengan baik seperti mengingat, berfikir, merasakan, berkehendak dan lain-lain. Sebafai implikasinya, kurikulum harus menyediakan berbagai mata pelajaran yang dapat mengembangkan daya-daya itu. Penekanan bukan terletak pada materinya, melainkan terletak pada peran mata pelajaran guna membentuk daya-daya tersebut, karena belajar berarti melatih daya, maka kurikulum disusun untuk semua siswa tanpa memperhatikan isi, minat, dan kebutuhan siswa.[15]
Teori daya atau mental discipline telah banyak dibantah oleh para ahli tentang kebenarannya secara ilmiah, karena penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa latihan-latihan daya mental tidak otomatis bisa ditransferkan dalam bidang-bidang lainnya. Transfer memang ada tetapi tidak bersifat mutlak, dan bukan dengan cara mendisiplinkan daya mental.[16]

2)    Teori Mental State (Apersepsi Herbart)
J.F. Herbart (1776-1841) menurut Nasution dapat dipandang sebagai tokoh pertama psikologi belajar yang menyimpang dari teori psikologi daya. Ia terkenal karena teori apersepsi yang dikemukakannya. Apersepsi ialah proses antara ide atau Vorstellung yang baru dengan yang lama yang tersimpan dalam bawah sadar individu. Setiap persepsi baru masuk, maka ia akan disambut oleh yang lama. Persepsi yang lama berlomba kekuatan untuk memasuki alam-sadar untuk menyambut yang baru. Persepsi diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan melalui panca indra. Dengan asosiasi maka diperoleh ide yang semula sederhana, menjadi semakin kompleks melalui asosiasi selanjutnya.[17]

3)    Teori Asosiasi (S-R)
Teori S-R adalah belajar dengan menghubungkan stimulus dan respon. Stimulus adalah rangsangan baik dari dalam maupun dari luar individu anak didik, misalnya pertanyaan, sosl, situasi, atau keadaan yang dihadapi. Dari pertanyaan itu siswa akan menjawab atau merespon dengan cepat dan tepat. Tokoh dari teori ini antar lain adalh Edward L. Thorndike yang beraliran Connectionisme yaitu hubungan antara dua hal yang dikenal sebagai S-R (stimulus-respon).
Pendapatnya tentang teori belajar adalah:
a.    The Law of Exercise or Repetition, maksudnya semakin sering S-R dilatih, maka semakin lama hubungan itu bertahan. Latihan akan memperkuat hubungan S-R.
b.    The Law of Effect, maksudnya hubungan S-R bisa lebih erat bila disertai rasa senang.
Dalam proses belajar mengajar, sangat diperlukan adanya ulangan atau evaluasi yang disertai pujian sehingga anak didik merasa sukses, dan hal ini merupakan motivasi belajar. Latihan-latihan itu akan memperkuat adanya S-R, yang diikuti pula rasa senang dari siswa.
S-R termasuk dalm aliran psikologi behaviorisme yang beranggapan bahwa dalam proses belajar, individu pasif, ia menerima stimulus dan memberikan respon secara otomatis. Stimulus dianggap sebagai sebab, sedangkan respon dianggap sebagai akibat. Siswa dapat dikendalikan oleh guru dengan bahan yang telah dipilih oleh tim pengembang kurikulum. Dalam konteks sosial politik, manusia dapat dikondisikan menurut kemampuan penguasa. Pendapat inilah yang kemudian mendapat kritikan dari teori gestalt.[18]

4)    Teori Gestalt
Tokoh teori ini adalah Max Wertherimer, Kurt Lewin dan John Dewey. Menurut teori gestalt belajar adalah mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan-hubungan antara unsur situasi problematis sehingga melihat makna baru dalam situasi itu. Balajar bukanlah sesuatu yang pasif. Dalam belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan besifat kreatif.
Teori belajar gestalt antara lain:
a.    Belajar itu berdasarkan keseluruhan
b.    Anak yang belajar merupakan keseluruhan
c.    Belajar berkat insight
d.    Belajar berdasarkan pengalaman
e.    Belajar ialah suatu proses perkembangan
f.     Belajar ialah proses yang kontinu
g.    Belajar lebih berhasil bila dihubungkan dengan minat dan tujuan anak.

5)    Teori Perkembangan Anak (Teori Perkembangan Kognitif)
Tokoh teori ini adalah Jean Peaget. Ia berpendapat bahwa proses belajar mengajar bukanlah terjadi sebagai hasil pujian atau hukuman, melainkan sebagai hasil proses restrukturisasi kognitif atas pengaruh lingkungan eksternal. Dengan adanya struktur kognitif pada diri anak, maka ia dapat memahami lingkungan. Anak akan melihat perbuatannya benar apabila orang dewas sebagai pemegang otoritas membenarkannya. Baik atau buruk itu ditentukan oleh orang dewasa yang bagi anak merupakan system aturan yang harus dipatuhi. Pengembangan tingkat intelektul anak akan terjadi bila dilepaskan dari hambatan otoritas.[19]
J. Piaget mengemukakan empat tahap utama dalam perkembangan kognitif-intelektual, yakni:
(1)  Tahap senso-motoris (sejak lahir sampai 2 tahun). Bayi menjajaki dunia sekitarnya melalui alat indranya (sensoris: penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan). Kemampuan bergerak, merangkak dan berjalan (motoris) memperluas dunianya dan mempertemukannya dengan berbagai ragam pengaruh lingkungan yang baru.

(2)  Tahap pra-operasional (2-7 tahun). Dunia atau lingkungannya dapat dikenalnya melalui lambang (warna, bentuk, gambar, dan lain sebagainya) melalui persepsinya ia mulai memahami dunianya dan mengenal peranannya serta peranan orang lain.

(3)  Tahap operasional konkrit (7-11 tahun). Anak mulai mengembangkan logika. Kesimpulan diambilnya lebih berdasarkan logika daripada persepsi sederhana. Ia mulai sanggup memecahkan masalah yang sederhana dengan cara yang lebih sistematis.

(4)  Tahap operassional formal (Anak mulai sanggup berfikir abstrak dan memecahkan masalahsecara formal, tanpa menghadapi objek secara langsung. Anak pra-puber ini muli mencri alasan atau sebab di belakang kejadian-kejadian. Ia mulai membentuk hipotesis dan menguji sesuatu secr eksperimental dalam proses belajar maupun dalam kehidupannya.[20]
John Dewey mengemukakan tahap-tahap perkembangan moral dengn memanfaatkan teori J. Piaget, yakni:
a.    Tahap a-moral –anak kecil belum menghiraukan orang lain, ia tak sadar akan yang benar dan yang salah.
b.    Tahap konvensional- anak menghormati nilai-nilai konvensional yang diperolehnya dari orangtua dan masyarakat. Ia merespon terhadap pujian dan hukuman yang diberikan orang dewasa sebagai dasar norma-moralnya.
c.    Tahap otonom- anak yang lebih lanjut usianya mulai membuat pilihan tentang apa yang baik dan tak-baik.
Menurut John Dewey ada tiga tujuan pendidikan, yaitu:
a)    Mengajarkan kerjasama.
b)    Mengajarkan penyesuaian sosial.
c)    Mengajarkan demokrasi atau kewarganegaraan aktif.
Untuk mencapai tujuan itu, guru harus mengetahui taraf perkembangan anak, agar dapat memberi jenis kegitan yang sesuai serta ganjaran dn hukuman yang tepat guna membangkitkan motivasi anak.[21]

D.   Asas Sosial-Budaya (Sosio-Ciltural) serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Science & Technology)

Sosial mengacu pada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu dengan masyarakat. Aspek sosial ini telah ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar menjadi matang. Disamping tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak didik dalam upaya mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan. Sedangkan kebudayaan menurut Kneller merupakan cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat. Kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi kebudayaan umum, kebudayaan daerah dan kebudayaan populer.[22]
Pendidikan merupakan sosialisasi dari pewarisan budaya dari generasi ke generasi selanjutnya dalam upaya membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang sesuai dengan nilai dan norma-norma yang berlaku. Untuk itu melalui pendidikan pewarisan budaya bangsa akan terealisasi dengan baik. Oleh karena itu, anak didik dihadapkan pada budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya.
Pendidikan sebagai proses budaya adalah upaya membina dan mengembangkan daya cipta, karsa dan rasa manusia menuju ke peradaban manusia yang lebih luas dan tinggi, yaitu manusia yang berbudaya. Dan kebudayaan itu sifatnya ada yang universal dan ada yang bersifat khusus, universal artinya berlaku untuk umum. Sedangkan kebudayaan yang bersifat khusus artinya dalam kebudayaan yang universal tersebut ada unsur-unsur yang khusus di dalamnya.[23]
Ilmu pengetahuan merupakan seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset dan penelitian. Sedangkan teknologi adalah implikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-maslah praktis dalam kehidupan. Seiring berkembangnya pemikiran manusia, banyak ditemukan berbagai penemuan-panemuan baru dalam bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik dengan pendidikan, industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang andal untuk mengaplikasikannya.
Ada beberapa bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, baik lansung maupun tidak langsung. Bidang-bidang tersebut adalah komunikasi, transportasi, mekanisme industri dan pertanian, serta persenjataan.[24]
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencangkup pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Dengan begitu peserta didik diharapkan dapat memecahkan masalah sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[25]

E.    Asas Organisatoris

Asas ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Suatu aktivitas dalam mencapai tujuan pendidikan formal perlu suatu bentuk pola yang jelas tentang bahan yang akan disajikan atau yang akan diproses kepada peserta didik. pola atau bentuk bahan yang akan disajikan inilah yang dimaksud organisasi kurikulum.
Organisasi bahan pelajaran yang dipilih harus serasi dengan tujuan dan sasaran kurikulum, yang pada dasarnya disusun dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkrit kepada yang abstrak, dan dari ranah (dominan) tingkt rendah kepada ranah yang lebih tinggi, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan asas organisatoris adalah:
1.   Tujuan bahan pelajaran
Apakah mengajarkan keterampilan untuk masa sekarang atau mengajarkan keterampilan untuk keperluan masa depan, apakah untuk memecahkan masalah, untuk mengembangkan nilai-nilai, untuk mengembangkan ciri ilmiah, atau untuk memupuk jiwa warga negara yang baik.

2.   Sasaran bahan pelajaran
Siapakah peserta didiknya? Apakah latar belakang pendidikan dan pengalamanya? Sampai manakah tingkat perkembangannya? Bagaimana profil kepribadian dan motivasinya?

3.   Pengorganisasian bahan
Bagaimana pelajaran diorganisir, apakah berdasarkan topik, konsep kronologi atau lainnya? Apakah jenis organisasi curiculum yang dipakai apakah separated subject curiculum, correlated curriculum atau integrated curriculum?[26]
a.    Separated subject curriculum
Model kurikukum ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran secara terpisah-pisah satu sama lain. Sebagai contoh dulu mata pelajaran untuk “Sekolah Rakyat VI Tahun” (sekarang sekolah dasar) terdiri atas ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu tubuh manusia, ilmu kesehatan dan juga ilmu alam. Untuk masa sekarang semua mata pelajaran tersebut di atas diintegrasikan diberikan predikat Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA.[27] Subject separated curriculum ini bertujuan agar generasi muda mengenal hasil-hasil kebudayaan dan pengetahuan umat manusia yg dikumpulkan selama berabad-abad.[28]

b.    Correlated Curriculum
Pada dasarnya organisasi kuikulum ini menghendaki agar mata pelajaran itu ada hubungan satu sama lain, Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang menunjukkan suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan ciri dan karakteristik tiap bidang tersebut.

c.    Broad field curriculum
Beberapa mata pelajaran yang sejenis dan memiliki ciri-ciri yang sama dikorelasikan/difungsikan dalam satu bidang pengajaran, misalnya bidnag studi bahasa indonesia, meliputi membaca, bercerita, mengarang, bercakap-cakap,dsb. Ilmu Pengetahuan Sosial (sejarah, geografi, ekonomi). Ilmu Pengetahuan Alam (fisika, biologi, kimia). Demikian bidang studi lain seperti matematika, kesenian, DLL.[29]

d.    Integrated curriculum
Integrated curriculum yaitu kurikulum yang menyajikan bahan pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa mengadakan batas-batas antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya.[30] Program ini adalah orientasi baru dimana kurikulum dititikberatkan kepada kegiatan-kegiatan peserta didik,, bukan pada mata pelajaran. Gruru menyiapkan program yang meliputi kegiatan2 yang menyajikan kehidupan anak, misal eskursi, crita. Dengan cara memperkaya dan memperluas macam-macam kegiatan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan.[31]

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Artikel Terkait Mengenai : Asas-asas Pengembangan Kurikulum

Tampilkan Komentar
Hide comments

0 komentar:

Posting Komentar