Pipa Biru

Informasi Menarik | kesehatan | Gadget | Pendidikan | Wisata | Tips Dan Triks | Islam | Bisnis Online

PROSEDUR PELAKSANAAN TES HASIL BELAJAR

Advertisement



PROSEDUR PELAKSANAAN TES HASIL BELAJAR
I.         Perencanaan Evaluasi

Dalam perencanaan evaluasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti tujuan, kisi-kisi, menulis soal, uji coba dan analisis soal, revisi dan merakit soal.
1.      Menentukan Tujuan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi, tentu guru memiliki maksud atau tujuan tertentu. Tujuan harus dirumuskan secara jelas dan tegas serta ditentukan sejak awal karena tujuan evaluasi tersebut menjadi dasar untuk menentukan arah dan ruang lingkup materi evaluasi.
2.      Menyusun kisi-kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi evaluasi betul-betul representatif dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik.
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes.
3.      Menulis soal
Merupakan salah satu langkah penting untuk dapat menghasilkan alat ukur atau tes yang baik. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan maupun bentuk jawabannya.  Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara keseluruhan.
4.      Uji coba dan analisis soal
Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih dahulu di lapangan. Tujuannya untuk melihat soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki dan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik digunakan untuk selanjutnya.[1]
Dalam melaksanakan uji coba soal, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:
a.       Ruangan tempat tes diusahakan seterang mungkin
b.      Perlu disusun tata tertib pelaksanaan tes
c.       Para pengawas tes harus mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat tapi tidak mengganggu suasana tes
d.      Waktu yang digunakan harus sesuai dengan banyaknya soal yang diberikan
e.       Peserta didik harus benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk dan perintah dari penguji
f.       Hasil uji coba hendaknya diolah, dianalisis dan diadministrasikan dengan baik sehingga dapat diketahui soal-soal mana yang lemah untuk selanjutnya dapat diperbaiki kembali
5.      Revisi dan merakit soal
Setelah uji coba dan analisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Ddengan demikian, ada soal yang masih bisa diperbaiki dari segi bahasa dan ada juga yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option) bahkan ada soal yang harus disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal inilah, baru dilakukan perakitan soal menjadi suatu alat ukur yang terpadu. Untuk itu, semua hal yang dapat memperngaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut soal, pengelompokan bentuk soal, penataan soal dan sebagainya harus diperhatikan.[2]

II.      Pelaksanaan Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan suatu evaluasi sesuai dengan perencanaan evaluasi, baik menggunakan tes (tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan) maupun non-tes. Dalam pelaksanaan tes maupun non-tes tersebut akan berbeda satu dengan lainnya, Dalam praktek, pelaksaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis, lisan maupun perbuatan.[3]
Pada tes tulis, soal-soal tes dituangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban juga dalam bentuk tulis. Pada tes lisan, soal-soal tes diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh testee dan cara penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah testee melaksanakan tugas tersebut.[4]

A.    Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis

Prosedur Pelaksanaan Tes Tertulis Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu sebagaimana di kemukakan berikut ini.
1.    Agar dapat mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes di pilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang.
2.    Ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk di atur dengan jarak tertentu yang memungkinkantercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
3.    Ruangan tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik. Ruangan yang gelap atau remang-remang disamping menyulitkan testee dalam membaca soal dan menuliskan jawabanya, juga menyulitkan bagi tester atau pengawas tes dalam menunaikan tugasnya. Ruang tes yang terlalu terang atau terlalu menyilaukan mata, disamping dapat menimbulkan udara panas juga dapat menyebabkan testee cepat menjadi letih.
4.    Jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas empat penulis, maka sebelum tes di laksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang terbuat dari triplex, hardboard atau bahan lainya, sehingga testee tidak harus menuliskan jawaban soal tes yang di letakkan di atas paha sebagai alas tulisnya.
5.    Agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes di letakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk membaca dan mengerjakan soal lebih awal dari pada teman- temanya. Dalam hubungan ini testee harus di beri tahu bahwa mereka baru boleh memulai mengerjakan soal tes setelah tanda waktu bekerja di lakukan.
6.    Dalam mengawasi jalanya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar.
7.    Sebelum berlangsungya tes, hendaknya sudah di tentukan terlebih dahulu sanksi yang dapat di kenakan kepada testee yang berbuat curang. Sanksi itu dapat berupa tindakan mengeluarkan testee dari ruangan atau dengan jalan membuat berita acara tentang terjadinya kecurangan tersebut, atau menuliskan kata “curang” di atas kertas pekerjaan estee yang berbuat curang itu.
8.    Sebagai bukti mengikuti tes, harus di siapkan daftar hadir yang harus di tanda tangani oleh seluruh peserta tes. Dalam mengedarkan daftar hadir tes itu hendaknya di usahakan agar tidak mengganggu ketenangan jalanya tes.
9.    Jika waktu yang telah di tentukan telah habis, hendaknya testee di minta untuk menghentikan pekerjaanya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes. Tester atau pengawas tes hendaknya segera mengumpulkan lembar-lembar pekerjaan (jawaban) tes seraya meneliti, apakah jumlah lembar jawaban tes itu sudah sesuai dengan jumlah testee yang tercantum dalam daftar hadir tes.
10.    Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di kemudian hari, pada berita acara pelaksanaan tes harus di tuliskan secara lengkap, berapa orang estee yang hadir dan siapa yang tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian, nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan- penyimpangan atau kelainan- kelainan harus di catat dalam berita acara pelaksanaan ter tersebut.[5]

B.       Teknik Pelaksanaan Tes Lisan

Beberapa petunjuk praktis ini kiraya dapat dipergunakan sebagagai pegangan dalam pelaksanaan tes lisan.
1.      Sebelum tes lisan di lakasanakan seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi sebagai jenis soal yang akan di ajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lissan dapat di harapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun kontruksinya.
2.      Setiap butir soal yang telah di tetapkan untuk di ajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar- ancar jawaban betulnya. Karena para tester atau evaluator berasal dari latar belakang kailmuan yang berbeda-beda dengan berbagai nilai dan pandangan dasar yang berbeda pula. Hal ini di maksudkan agar tester disamping mempunyai kriteria yang pasti dalam memberikan skor atau nilai kepada testee atas jawaban yang mereka berikan dalam tes lisan tersebut, juga tidak akan terpukau atau terkecoh dengan jawaban panjang lebar atau berbelit-belit yang diberikan oleh testee, yang menurut testee merupakan jawaban betul dan tepat, padahal menurut kriteria yang di tentukan sesungguhnya sudah menyimpang atau tidak ada hubunganya dengan soal yang di ajukan kepada testee.
3.      Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat di tentukan di saat masing-masing testee selesai dites. Hal ini di maksudkan agar bemberian skor atau nilai hasil tes lisan yang diberikan kepada testee itu tidak di pengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.
4.      Tes hasil belajar yang di laksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi. Tester harus senantiasa menyadari bahwa testee yang ada di hadapanya adalah testee yang sedang “diukur” dan “dinilai” prestasi belajarnya setelah nereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian apabila terjadi bahwa jawaban yang diberikan oleh testee yang sekalipun menyimpang dari kriteria yang telah di tentukan, namun sebenarnya tidak dapat disalahkan atau tidak sepenuhnya salah, cukup di berikan skor atau nilai dan tidak perlu disangkal atau diperdebatkan, yang dapat mengakibatkan kegiatan evaluasi berubah menjadi kegiatan diskusi.[6]
5.      Dalam rangka menegakkan prinsip objektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang di laksanakan secra lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angina segar” atau “memancing-mancing” dengan kata-kata, kalimat-kalimat, atau kode tertentuyang sifatnya menolong testee tertentu alasan “kasihan” karena tester menaruh “rasa simpati” kepada testee yang di hadapinya itu. Menguji pada hakekatnya adalah “mengukur” dan bukan “membimbing” testee.
6.      Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tas lisan itu mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup, atau panic di kalangan testee. Karena itu, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada testee, tester harus menggunakan kata yang halus, bersifat sabar dan tidak emosional. Penggunaan kalimat-kalimat yang sifatnya “menteror”, yang meimbulkan tekanan psikis pada testee, haruslah di cegah.
7.      Sekalipun acapkali sulit untuk diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi tiap peserta tes dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut. Harus diusahakan terciptanya keseimbangan alokasi waktu, antara testee yang satu dengan testee yang lain.
8.      Pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dalam tes lisan hendaknya di buat bervariasi, dala arti bahwa inti pesoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan pertanyaanya dibuat berlainan atau beragam. Hal ini dimaksudkan agar testee yang dites lebih akhir (karena sudah memnperoleh informasi dari testee yangyang telah dites terdahulu), jangan sampai memperoleh nasib yang lebih mujur ketimbang testee yang dites lebih awal.
9.      Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu). Hal ini di maksudkan agar tidak mempengaruhi mental testee yang lain. Misalnya apabila dalam tes lisan itu secara serempak tester berhadapan dengan dua orang testee atau lebih dan pertanyaan yang sedang di ajukan kepada testee yang mendapat kesempatan lebih awal tidak mungkin dapat di jawab oleh testee berikutnya, maka mental testee yang belum di tes itu akan menjadi menurun, sehingga akan mempengaruhi jawaban- jawaban berikutnya. Selain itu hal tersebut diatas juga dimaksudkan agar tidak memberikan “angin segar” kepada testee yang belum dites, sebab mereka mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk menyiapkan jawabannya ketimbang testee yang sedang atau sudah selesai dites.[7]

C.    Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan

Tes perbuatan pada umumnya di gunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat ketrampilan (psikomotorik), dimana penilaianya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut. Karena tes ini bertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini di laksanakan secara individual. Hal ini di maksudkan agar masing-masing individu yang dites akan dapat di amati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau keterampilanya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada masing-masing individual tersebut. Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester.
1.      Tester harus mengamati dengan teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang di tentukan.
2.      Agar dapat di capai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya testr jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang data mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tesebut.
3.      Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instumen berupa lembar penilaian yang di dalamya telah ditentukan hal-hal apsajkah yang harus di amati dan di berikan penil.[8]

III.             MONITORING PELAKSANAAN EVALUASI
1.      Fungsi Pemantauan
Pemantauan memiliki 2 fungsi pokok, yaitu untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program dengan perencanaan dan untuk mengetahui seberapa pelaksanaan pelaksanaan program yang sedang berlangsung dapat diharapkan akan menghasilkan perubahan yang diiinginkan.
2.      Sasaran Pemantauan
Sasaran pemantauan adalah menemukan hal-hal berikut:
a.       Sejauh mana pelaksanaan program telah sesuai dengan rencana program
b.      Sampai sejauh mana pelaksanaan program telah menunjukkkan tanda-tanda tercapainya tujuan program.
c.       Apakah terjadi dampak tambahan yang positif meskipun tidak direncanakan.
d.      Apakah terjadi dampak sampingan yang negatif, merugikan atau kegiatan yang mengganggu.
3.      Teknik dan alat pemantauan
a.       Teknik pengamatan partisipatif dengan menggunakan lembar pengamatan, catatan lapangan dan alat perekam elektronik.
b.      Teknik wawancara, secara bebas atau terstruktur.
c.       Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi seperti daftar hadir, satuan pelajaran, dsb.[9]


[1] Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran. (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009) hlm. 81
[2] Ibid., hlm. 82
[3] Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran. (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009) hlm. 82
[4] Sudiyono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 151
[5] Sudiyono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 153
[6] coba-ajah.blogspot.com/2012/prosedur-pelaksanaan-evaluasi-tes.html?m=1
[7] Sudiyono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 154-156
[8] Ibid., hlm. 156-157
[9] Arikunto,dkk. Evaluasi Program Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 90-91

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Artikel Terkait Mengenai : PROSEDUR PELAKSANAAN TES HASIL BELAJAR

Tampilkan Komentar
Hide comments

0 komentar:

Posting Komentar