Pengertian Ulumul Qur’an
Secara etimologi, kata Ulumul berasal
dari bahasa Arab yaitu “Ulum” . Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu”
yang berarti ilmu-ilmu. Para ahli filsafat mendefinisikan ilmu sebagai suatu
gambaran tentang sesuatu yang terdapat dalam akal. Menurut Imam Al-Ghazali,
secara umum arti ilmu adalah makrifat terhadap Allah, tanda-tanda
kekuasaan-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya,hamba-Nya dan makhluk-Nya[1]. Sedangkan
Al-Qur’an sendiri adalah kalam Allah yang berupa mukjizat kepada Nabi Muhammad
dengan perantara malaikat Jibril.
Tersusunnya kalimat Ulumul Qur’an
mengisyaratkan adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
Al-Qur’an, karena yang dimaksudkan bukan hanya satu ilmu yang berkaitan dengan
Al-Qur’an. Jadi, definisi dari Ululmul Qur’an adalah pengetahuan yang membahas
masalah-masalah yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi asbabun nuzul,
an-Nasikh wa al-Mansukh, al -Muhkam wa al-Mutasyabih, al-Makki wa al-Madani,
dan lain sebagainya yang berhubungan dengan al-Qur’an. Menurut As-Suyuthi dalam
kitab Itmamu Al-Dirayah mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu yang
membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adab
makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lafadz-lafadznya maupun
hukum-hukumnya.
Terkadang illmu ini dinamakan ushul
tafsir (dasar-dasar tafsir), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa
masalah yang harus diketahui oleh seorang mufassir sebagai sandaran dalam
menafsirkan al-Qur’an. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa bahasan Ulumul
Qur’an sangat luas tidak hanya hal-hal yang dalam definisi itu saja, tetapi
banyak hal yang secara keseluruhan tidak mungkin disebutksn definisinya[2].
Perkembangan Ulumul Qur’an
Sejarah perkembangan ulumul quran dimulai menjadi beberapa fase,
dimana tiap-tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya,
hingga ulumul quran menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas
secara khusus pula. Berikut beberapa fase (tahapan perkembangan ulumul quran.
A.
Masa Rasulullah saw
Embrio awal Ulumul
Qur’an berasal dari Rasulullah saw sebagai penafsir utama dan pertama.
Penulisan tentang tafsir dan ilmu al-Quran belum dibutuhkan pada masa Rasulullah
dan para sahabat. Bahkan beberapa saat sepeninggal Beliau para sahabat tidak
menulis apa yang disampaikan oleh Nabi berkenaan denga Ulumul Quran. Hal ini
dikarenakan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah para sahabat mempunyai
daya hafal yang sangat kuat. Kedua, sebagian sahabat Nabi adalah orang yang
buta aksara dan ketika mereka mendapatkan problem maka langsung bertanya pada
Rasulullah. Ketiga, sarana tulis menulis yang sulit didapat. Larangan
Rasulullah saw untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga kemurnian Al-Quran[3].
B.
Ulumul Qur’an Masa Khalifah
Pada masa khalifah,
tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul quran mulai berkembang pesat,
diantaranya dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut:
a. Khalifah
Abu Bakar: dengan Kebijakan Pengumpulan(Penulisan Al-Quran yg pertama yang diprakarsai
oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit)
b. Kekhalifahan Usman ra: dengan kebijakan
menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf, dan hal itu pun terlaksana. Mushaf
itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa
propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul Usmani yaitu dinisbahkan
kepada Usman, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
c. kekalifahan Ali ra: dengan kebijakan
perintahnya kepada Abu 'aswad ad-Du'ali meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara
pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada qur'an. Ini
juga disebut sebagai permulaan Ilmu I'rabil Qur'an[4].
C.
Ulumul Qur’an Masa Sahabat & Tabi'in
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan
makna-makna al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka,
sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena
adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah saw, hal
demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu para tabi'in.
Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah:
·
Empat orang Khalifah
·
Ibnu Mas’ud
·
Ibnu Abbas
·
Ubai bin Kaab
·
Zaid bin sabit
·
Abu Musa al-Asy'ari dan
Sementara tokoh-tokoh dari kalangan tabi’in diantaranya:
·
Mujahid
·
Atha’ bin Abu Rabah
·
Ikrimah
·
Qatadah bin Diamah
·
Al-Hasan Al-Basrhi
·
Sa’id bin Jubair
·
Zaid bin Aslam
Mereka dianggap sebagai Peletak dasar-dasar
ilmu-ilmu yang diberi nama Ilmu Tafsir, Asbabun Nuzul, Ilmu Naskh wal Mansukh,
Ilmu Gharibil Qur’an dan lain-lain dari berbagai macam cabang Ulumul Qur’an[6].
D. Masa Pembukuan Tafsir Al-Qur’an
Setelah dirintis dasar-dasar ulumul
qur’an seperti yang disebutkan di atas, kemudian datanglah masa pembukuan/penulisan
cabang-cabang ulumul qur’an. Pertama adalah pelaksanaan pembukuan Tafsir
Al-Qur’an sebab tafsir itu dianggap sebagai induk dari ilmu-ilmu Al-Qur’an
lainnya. Orang pertama yang mengarang tafsir ialah Syu’bah bin Hajjaj, Sufyan
bin Uyainah, dan Waki’ bin Jarrah. Mereka termasuk ulama abad ke-2. Setelah
mereka muncul Ibnu Jari Ath-Thabari yang mengarang kitab Tafsir Ath-Thabari,
bernama Jaami’ul Bayaan fi Tafsiiril Qur’an.
E. Masa Pembukuan Cabang-cabang Ulumul
Qur’an
Orang
yang pertama kali mengarang ialah Ali Ibnu Madini, gurunya Imam Al-Bukhari.
Beliau mengarang Ilmu Asbabin Nuzul. Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam mengarang
Ilmu Nasikh wal Mansukh. Kemudian diikuti oleh M. Ayub Adh-Dhiris, beliau menulis
Ilmu Makki wal Madani, dan Muhammad bin Khallaf Al-Marzuban yang menulis
Al-Hawi Fi Ulumil Qur’an. Keempat ulama tersebut termasuk ulama abad ke-III H[7].
Sedangkan pada ke-IV H muncul para ulama yang giat menyusun kitab, yaitu Abu
Bakar As-Sijistani ( Ilmu Gharibil Qur’an), Abu Bakar bin Qasim A-Ambari
(‘Ajaibu’ Ulumul Qur’an), Abul Hasan Al-Asy’ari (Al-Muhtazan fi Ulumul Qur’an),
Abu Muhammad bin Ali Al-Karakhi dan Muhammad bin Ali Al-Adwafi.
Ulumul Qur’an mengalami perkembangan yang
pesat pada abad ke-VIII H, sebab pada abad ini muncul pengarang-pengarang besar
seperti:
·
Imam Ahmad Ibnuz Zubair, yang mengarang kitab
Al-Burhan Fi Tartibi Suwaril Qur’an
·
Imam Najamuddin Ath-Thufi, yang menulis kitab
Ilmu JIdaalil Qur’an
·
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang menulis kitab
t-Tibyan Fi Aqsamil Qur’an
·
Badrudin Az-Zaarkasyi, yang mengaran kitab
Al-Burhan Fi Ulumuil Qur’an, terdiri dari 4 jilid besar-besar yang mengupas 160
macam cabang Ulumul Qur’an
·
Abul Hasan Al-Mawardi yang menyusun kitab Ilmu
Amtsaalil Qur’an
Kepesatan dan kecemerlangan Ulumul Qur’an
pada abad VIII H terus berlanjut pada abad ke-IX H,dengan munculnya pengarang-pengarang
kenamaan seperti Imam Jamaluddin Al-Bulqini, Imam Muhammad bin Sulaiman
Al-Kafiji dan Imam Muhammad Al-Buqa’i. kecemerlangan tersebut berakhir pada
abad ke-X H ditangan pakar Ulumul Qur’an, Imam Jalaluddin Abdur Rahman
As-Suyuti (911 H), yang sempat mengarang 6 buah kitab:
· Tanasuqud Durar Fi Tanaasubis Suwari
· At-Tahbir Fi Ulumit Tafsiiri, yang
didalamnya dibahas 102 cabang Ulumul Qur’an
· Al-Iitqan Fi Ulumil Qur’an yang terdiri
dari 2 juz, tetapi dibukukan menjadi satu jilid, didalamnya dikupas 80 cabang
Ulumul Qur’an.
· Ad-Durrul Mantsur Fit Tafsiri bil Ma’tsur
· Lubaabun Nuqul Fii Asbaabin Nuzul
· Thaabaqatul Mufassiriin
F. Ulumul Qur’an Pada Zaman Modern
Setelah wafatnya
As-Suyuthi pada tahun 911 H, maka terhentilah gerakan penulisan Ulumul Qur’an
sampai abad ke-XIV H. barulah pada abad XVI H atau abad modern, bangkit kembali
kegiatan penulisan Ulumul Qur’an dan perkembangan kitab-kitabnya baik tafsir
maupun macam-macam kitab Ulumul Qur’an[8].
Diantara para ulama yang menulis Tafsir/Ulumul Qur’an adalah:
· Ad-Dahlawi: Al-Fauzul Kabir Fi Ushulit
Tafsir
· Thahir Al-Jazairi: At-Tibyan Fi Ulumil
Qur’an
· Abu Daqiqah: Ulumul Qur’an
· M. ali Salamah: Minhaajul Furqan Fi Ulumil Qur’an
Dan masih banyak lagi ulama serta tuisan
kitabnya.
0 komentar:
Posting Komentar