RINGKASAN JURNAL
Zakat Solusi Masalah Kemiskinan Di Indonesia
Menurut
kajian dari ADB (Asian Development Bank) dan Baznas (Badan Amil Zakat
Nasional), potensi dana zakat di Indonesia dapat mencapai 217 triliun rupiah.
Angka tersebut menurut Rini Supri Hartanti merupakan akumulasi dari zakat,
infak dan sedekah tiap tahunnya. Sementara yang tercatat di Forum Zakat
Nasional sekitar 1,5 triliun rupiah dana zakat yang terhimpun. Dana zakat
tersebut diperkirakan akan meningkat seiring pertumbuhan ekonomi di Indonesia
dan akan dapat menyentuh angka 217 triliun.
Dalam
dialog bertema “Zakat, Infak Dan Sedekah Sebagai Solusi Mengatasi Krisis
Ekonomi Bangsa”, hadir beberapa pakar dan praktisi yang membidangi masalah
zakat. Dr. Naharus Surur dari Baznas mengatakan Indonesia telah mempunyai
payung hukum tentang pengelolaan zakat, yaitu UU No. 38 Tahun 1999. Namun, UU
tersebut masih dalam pembahasan DPR bersama pemerintah dan disepakati akan
dilakukan amandemen agar Indonesia
memiliki UU Zakat yang lebih kuat dan sempurna. Sementara Rini Supri Hartanti mengatakan
sejumlah negara yang cukup baik pengelolaan zakatnya adalah Jordania, Singapura
dan Malaysia.
Guru Besar Sosiologi Islam, Bambang Pranowo berpendapat hingga saat
ini pengelolaan zakat di Indonesia belum ideal. Jika dikelola
dengan baik dan melalui kerja sama sinergi antara pemerintah dan lembaga pengelola
zakat maka kemiskinan di tanah air mampu ditekan. Untuk itu kesadaran berzakat masyarakat juga
perlu didorong. Tidak hanya itu, jika kesadaran masyarakat untuk berzakat
semakin meningkat, menurut beliau seharusnya juga dimbangi dengan upaya
pemerintah untuk lebih mampu mengelola zakat secara profesional. Hal yang
senada juga disampaikan oleh Rini Supri Hartanti bahwa hal yang perlu
ditumbuhkan saat ini adalah kesadaran untuk berzakat. Tentang bagaimana agar masyarakat percaya tentu dibutuhkan sistem,
transparansinya, accountabilitynya , responsibilitynya.
Pengelolaan Zakat di Amerika
Pengelolaan
zakat masyarakat muslim di Amerika dibantu oleh organisasi amal internasional Zakat Foundation of America yang terletak di Chicago. Selain membantu menyalurkan
zakat, organisasi ini juga membantu dalam perhitungan zakat secara cepat dengan
meluncurkan “zakat calculator”. Sejenis perangkat lunak (aplikasi) perhitungan
pajak. Dengan memasukkan semua aset yang dimiliki, seperti uang
pengembalian pajak, inventaris bisnis, tabungan, dan deposito, ke dalam sistem
itu, Kalkulator Zakat memberi penghitungan otomatis.
Kebanyakan
cara berzakat yang dilakukan masyarakat muslim disana adalah setelah menghitung
zakat yang akan dikeluarkan, kemudian memberikan sebagian zakat tersebut kepada
kerabat dan orang-orang di sekitar yang berhak menerima baru kemudian sisanya
diserahkan kepada organisasi amal. Jadi berbeda dengan negara yang penduduknya mayoritas muslim, pemerintah biasanya
berperan besar dalam mengumpulkan dan menyalurkan zakat.
ANALISIS
Menurut pendapat kami, zakat bukanlah hanya
sebatas sistem kebijakan individual atau sedekah yang bersifat sukarela dari
para orang kaya. Lebih dari itu, zakat merupakan kewajiban yang didasarkan atas
ketetapan syara’ dan suatu tuntutan rasa keadilan serta kewajiiban bagi
orang-orang tertentu yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
Dalam dunia modern sekarang,
termasuk negara-negara islam secara ekonomik sudah terjerat dalam sistem
kapitalis. Hal itu juga merupakan tantangan bagi upaya pengentasan kemiskinan
karena sistem kapitalis tidak mengenal rasa keadilan. Bahkan cenderung
mengeksploitasi orang-orang miskin. Sesungguhnya secara teoritis, sistem zakat
saja sudah mampu memberi jaminan, bahwa kelaparan tidak akan terjadi meskipun
di negara-negara paling miskin. Namun kenyataanya, kelaparan masih terdapat
tidak hanya di negara miskin melainkan juga negara-negara yang sedang
berkembang bahkan di negara maju. Dalam kasusu di negeri-negeri islam, seperti
di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim jumlah terbesar berada pada
lapisan bawah bahkan hidup di bawah garis kemiskinan. Diambil dari pendapat
Harun Nasution, melihat persoalan kemiskinan dan keterbelakangan di Indonesia
banyak dipengaruhi oleh keyakinan bahwa masa depan lebih banyak diserahkan pada
nasib yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa.
Di indonesia sudah mulai dikelola dengan
profesional. Terbukti dengan terbentuknya undang-undang yang mengatur tentang
pengelolaan zakat di Indonesia. Meskipun masih ada beberapa kendala baik
internal maupun eksternal. Kendala internal meliputi kinerja pengurus kurang maksimal, pengurus
belum mendapatkan reward (honorarium) yang layak dan bersumber dari APBD, belum adanya tenaga dan perkantoran yang spesifik dan definitive. Sementara kendala eksternal
yang paling umum adalah kurangnya kesadaran dari para muzakki untuk berzakat
melalui lembaga resmi pengelolaan zakat.
Sementara dari artikel di atas kami menangkap
beberapa pokok permasalahan, yaitu:
· Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya islam, akan tetapi
kesadaran muzakki untuk berzakat masih kecil terbukti muzakki yang menyetorkan
dana zakat di Baznas hanya sebagian kecil.
·
Pengelolaan zakat di Indonesia belum ideal,
meskipun pengelolaan zakat di Indonesia sudah memiliki payung hukum.
Kami setuju dengan pokok
permasalahan yang diungkapkan dalam artikel tersebut, bahwa meskipun di
Indonesia mayoritas penduduknya adalah muslim dengan potensi zakat yang bisa
mencapai angka triliunan rupiah ternyata pada kenyataannya hanya sebagian kecil
umat muslim yang mengumpulkan zakat. Hal ini mencerminkan bahwa kesadaran
muzakki untuk mengeluarkan zakat masih minim. Meskipun beberapa muzakki ada
yang mengeluarkan zakat secara individual akan tetapi jumlahnya belum tercatat
secara resmi.
Indonesia sudah memiliki payung
hukum tentang pengelolaan zakat di Indonesia, yaitu UU No.38 Tahun 1999. Meskipun
sudah memiliki perlindungan hukum, akan tetapi masih terdapat kelemahan dalam
manajemen zakat. Salah satunya adalah adanya dua lembaga zakat yang dilegalkan
yaitu Baznas dan LAZ. Hal ini justru menimbulkan kerancuan ditambah tidak
adanya batasan kerja keduanya. Selain itu, penyaluran dan pendistribusian zakat
belum jelas. hal ini yang menjadi pertimbangan para muzakki bahwa kinerja dari
lembaga zakat belum mempunyai hasil yang jelas.
Menurut Rini Supri Hartanti, yang perlu ditumbuhkan
saat ini adalah kesadaran berzakat, agar masyarakat percaya tentu dibutuhkan
sistem, transparasinya, accountabilitasnya dan responsibilitasnya. Dari
pendapat tersebut yang disinggung oleh Rini mengenai lembaga pengelola zakat
adalah perlu adanya transparasi, sistem pengelolaan yang baik, akuntabilitas
dan responsibel terhadap masyarakat.
Dari permasalahan-permasalahan
zakat dan kemiskinan di Indonesia, kami menyimpulkan bahwa solusi untuk
mengentaskan kemiskinan di Indonesia adalah dengan meningkatkan pemberdayaan
zakat terlebih dulu memantapkan pemahaman tentang konsep teoritik dan
operasionalnya sebagai motivasi dalam upaya meningkatkan pelaksanaan dan
pengamalan zakat.
Zakat Solusi Masalah Kemiskinan di Indonesia
Hasil kajian yang dilakukan ADB
(Asian Development Bank) dan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) menyatakan,
potensi pengumpulan dana zakat Indonesia dapat mencapai Rp 217 Triliun.
Kalangan pakar berpendapat Pemberian Zakat, Infak dan
Sedekah beberapa tahun belakangan menunjukkan peningkatan seiring pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Zakat dinilai sebagai salah satu bentuk ibadah umat muslim,
yang memberi dampak langsung pada pemerataan ekonomi Indonesia.
Salah seorang pimpinan dari lembaga pengelola zakat, Rini
Supri Hartanti dari Dompet Dhuafa mengatakan di Jakarta Kamis (18/7), potensi
perkiraan pemberian zakat, infak dan sedekah (ZIS) di tanah air, jika di
akumulasi pertahunnya dapat mencapai 217 triliun rupiah. Nilai sejumlah itu
menurut Rini terwujud, salah satunya karena Indonesia sebagai negeri dengan
penduduk muslim terbesar.
Rini mengatakan, “Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan ADB
(Asian Development Bank) menyebut 217 triliun rupiah.Sementara yang
tercatat, terhimpun di Asosiasi Lembaga Zakat di Indonesia yaitu Forum Zakat
Nasional baru sekitar 1,5 triliun rupiah. Kalau perkembangan dari tahun ke
tahun itu cukup berarti. ”
Rini mengatakan, partisipasi umat
muslim harus terus didorong. Lebih lanjut ia mengatakan, “Sekarang yang perlu
ditumbuhkan itu adalah kesadaran masyarakat untuk berzakat. Agar masyarakat
percaya kita butuhkan sistem.Kalau kita dari lembaga zakat harus ada good
governance (tata kelola yang baik), trasparansinya, akuntabel dan responsibility-nya,seperti
itulah.”
Beberapa pakar dan praktisi
yangmembidangi masalah zakat hadir sebagai panelis dalam dialog nasional yang
bertema “Zakat, Infak dan Sedekah sebagai solusi mengatasi krisis Ekonomi
Bangsa.” Diskusi
diprakarsai Lembaga Konsumen Hijau (Lemkohi ) Kamis sore, berlangsung di
Jakarta Media Center (JMC) Jakarta Pusat.
Turut hadir sebagai panelis pengurus Badan Amil Zakat
Nasional (Baznas) Dr. Naharus Surur. Menurut Naharus Surur pengelolaan zakat
selama ini sepenuhnya menjadi otoritas daerah. Ia mengatakan,
“Zakat itu harus dipungut di satu daerah , dikembalikan ke daerah itu.Pada
semangatnya begitu, dana (zakat) yang dipungut dari Jawa Tengah nggak mungkin
ke Jakarta, dibagikan di daerah itu lagi.”
Dr Naharus Surur dari Baznas mengatakan, Indonesia telah
memiliki payung hukum yaitu Undang Undang tentang pengelolaan Zakat (UU No 38
Tahun 1999). Namun menurutnya UU tersebut tengah dalam pembahasan DPR RI
bersama pemerintah, terutama setelah disepakatinya untuk melakukan amandemen
(perubahan resmi), agar Indonesia memiliki UU Zakat yang lebih kuat dan
sempurna.
Ia mengatakan, “Belum-belum kesepakatan masalah definisi
belum selesai, masih berproses. Harapannya masa sidang berikutnya dilanjutkan
pembahasan .” Sementara Rini Supri Hartanti dari Dompet Dhuafa mengatakan,
sejumlah negara di dunia yang cukup baik dalam mengelola zakat, diantaranya
Jordania, Singapura dan Malaysia. “Jordan misalnya ada, kemudian Singapura
sudah lumayan meskipun disana penduduk muslim minoritas, ” ujar Rini.
Pakar mengatakan, zakat perlu dimaknai memiliki peran sosial
yang sama seperti pajak. Zakat menurut pakar merupakan satu-satunya rukun Islam
yang tidak saja merupakan ibadah ritual semata, tetapi juga mempunyai dampak
ekonomi dan sosial yang sangat luas. Zakat adalah kewajiban ekonomi yang wajib
dipenuhi oleh umat muslim yang dibayarkan setiap tahun.
Tekan Angka Kemiskinan
Jika dikelola dengan baik dan melalui kerja sama sinergi
antara pemerintah dan lembaga pengelola
zakat maka kemiskinan di tanah air mampu ditekan.
Kepada VoA di Jakarta, Jumat, Guru Besar Sosiologi Islam,
Bambang Pranowo berpendapat hingga saat ini pengelolaan zakat di Indonesia
belum ideal. Menurutnya meski lembaga pengelola zakat semakin berkembang namun
akan lebih baik jika zakat dikelola melalui kerjasama dengan pemerintah karena
pemerintah memiliki data wilayah-wilayah di tanah air dengan
pendukuk kurang mampu.
Bambang mengatakan, “Kalau idealnya
kan sebetulnya harus ditangkap semangatnya itu untuk bisa menjadikan orang yang
miskin menjadi tidak miskin, jadi sekarang masih arahnya konsumtif, yang
diarahkan ke yang lebih produktif itu melalui lembaga-lembaga tertentu saja,
seperti misalnya dompet dhuafa, lembaga zakatnya Muhammadiyah, mungkin NU juga,
tetapi masih terbatas saya lihat laporan-laporannya ada yang sudah cukup bagus
tetapi ada banyak yang masih lebih konsumtif dan memang mayoritas orang
berzakat sendiri-sendiri.”
Jika selama ini banyak masyarakat mempertanyakan mana yang lebih baik apakah berzakat dengan cara langsung atau melalui lembaga pengelola zakat, Bambang Pranowo menjelaskan, kedua mekanisme itu sempurna meski menurutnya lagi akan lebih baik jika dilakukan dengan melibatkan keduanya.
Jika selama ini banyak masyarakat mempertanyakan mana yang lebih baik apakah berzakat dengan cara langsung atau melalui lembaga pengelola zakat, Bambang Pranowo menjelaskan, kedua mekanisme itu sempurna meski menurutnya lagi akan lebih baik jika dilakukan dengan melibatkan keduanya.
“Orang kan hidup bertetangga,
berkeluarga, kalau langsung ke badan zakat itu tentu kemudian bagaimana dengan
tetangganya, bagaimana dengan keluarganya kalau yang miskin yang tidak dapat,
jadi oleh karena itu kombinasi, sebagian melalui lembaga itu, sebagian dia yang
tahu siapa orang terdekat yang layak menerima zakat,” ujar Bambang.
Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berzakat
menurut Bambang Pranowo seharusnya dimbangi dengan upaya pemerintah untuk lebih
mampu mengelola zakat secara profesional.
Bambang menambahkan, “Kalau
pemerintahnya itu bisa mendorong itu termasuk suatu cara untuk mengatasi
kemiskinan, masyarakat kadang-kadang kenapa kok menyalurkan zakatnya ke lembaga
karena dia lihat hasilnya kongkrit, jadi pemerintah ini mestinya harus membangun
trust dari masyarakat”
Hal senada juga disampaikan Rini
Supri Hartanti, pengeloa lembaga zakat Dompet Dhuafa,“Saya rasa Indonesia harus punya
pendekatan yang berbeda, sekarang yang perlu ditumbukan itu adalah kesadaran
masyarakat untuk berzakat, bagaimana agar masyarakat percaya tentu dibutuhkan
sistem, transparansi nya, accountability-nya , responsibility-nya,” ujar Rini.
Sebelumnya Badan Amil Zakat Nasional mencatat dengan
mayoritas penduduk muslim dan perbaikan ekonomi masyarakat serta jika dikelola
dengan baik, potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 217 trilyun. Namun, hingga
saat ini rata-rata per tahun yang mampu dihimpun Asosiasi lembaga zakat di
Indonesia hanya sekitar Rp 1,2 hingga Rp 1,5 trilyun.
Pengelolaan Zakat di Amerika
Penyaluran zakat kepada masyarakat miskin di Amerika sangat
membantu, terutama di tengah masih sulitnya perekonomian setempat.
Di banyak negara yang penduduknya mayoritas Muslim,
pemerintah biasanya berperan besar dalam mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Di
Amerika, tidak demikian halnya. Walaupun begitu. prinsip pemberiannya tetap
sama, yaitu mendahulukan kerabat yang miskin, baru kemudian orang-orang miskin
lain di sekitar kita.
Zakat Foundation of America, organisasi amal internasional
yang berkantor pusat di Chicago, kerap menjadi acuan bagi Muslim Amerika dalam
menghitung zakat. Selain membantu menyalurkan zakat, organisasi itu juga
membantu Muslim Amerika menghitung zakat secara cepat dengan meluncurkan “Zakat
Calculator," sejenis program piranti lunak penghitungan pajak. Dengan
memasukkan semua aset yang dimiliki, seperti uang pengembalian pajak,
inventaris bisnis, tabungan, dan deposito, ke dalam sistem itu, Kalkulator
Zakat memberi penghitungan otomatis.
Menurut Khalil Demir, direktur organisasi itu, program
Kalkulator Zakat sangat membantu orang yang tidak yakin aset apa saja yang
termasuk dalam penghitungan zakat, khususnya karena banyak Muslim Amerika ikut
dalam program-program finansial Amerika, seperti tabungan pensiun dan
lain-lainnya.
Dengan piranti lunak itulah Syed Ismail, ilmuwan peneliti
NASA di Hampton, Virginia, menghitung zakat berdasarkan aset yang dimilikinya
dan perhiasan isterinya. Ia kemudian mengirim uang zakat kepada kerabatnya yang
miskin di India, dan sebagian lainnya kepada beberapa organisasi amal Amerika,
termasuk Badan Amal Muslim di Norfolk, Virginia, yang menyalurkan bantuan bagi
kelompok miskin di wilayah itu.
Irfan Rydhan, seorang arsitek lulusan UC Berkely yang
tinggal di San Fransisco, juga melakukan penghitungan zakat dengan cara itu.
Seperti halnya Ismail, ia memberi sebagian uang zakat kepada orang-orang Muslim
di kotanya yang diketahuinya secara pribadi membutuhkan bantuan keuangan.
Sisanya dikirim ke beberapa badan amal di wilayah tempat tinggalnya dan badan
amal internasional.
Cara membayar zakat yang dilakukan Ismail dan Rydhan umum
dilakukan Muslim Amerika. Raza Farrukh dari Islamic Circle of North America
mengatakan, “Dalam bulan Ramadan, masyarakat Muslim sangat aktif. Kami bisa
menghubungi banyak orang untuk mendapatkan sumbangan bagi kaum duafa.”
Hasilnya, ratusan orang tua murid di Yonkers, New York,
berbesar hati atas bantuan Islamic Circle of North America yang telah
menyediakan berbagai alat keperluan sekolah yang kebanyakan tidak mampu mereka
beli. Peggy Kirkpatrick, Direktur Eksekutif Central Missouri Food Bank, juga
merasa bersyukur atas kedermawanan Islamic Center of Central Missouri yang
tidak putusnya ditunjukkan sejak bertahun-tahun. Sementara, warga Indian Sioux
di reservasi Crow Creek, South Dakota, setiap Ramadan menanti kedatangan
rombongan sukarelawan Islamic Relief USA yang membawa sumbangan makanan dan
pakaian.
Jadi bisa dibilang, dampak positif amal selama Ramadan
terhadap masyarakat kelas bawah Amerika cukup besar, khususnya dalam beberapa
tahun terakhir sejak mulai lesunya perekonomian di Amerika.
0 komentar:
Posting Komentar